Komposisi:
1 Nona
2 Cade Voce
3 Hela Hela Rotan
4 Oleh Sioh
5 Lah Pagi Hari
6 Apa Apa Djaga Kelapa
7 Gandong
8 Sajang Di Lal‚
9 Saul‚
10.Bulan Pakai Pajong
11. Ases‚ & Kol‚ Kol‚
Musisi :
Maurice Rugebregt (guitar)
Komposisi-komposisi tradisi tidak akan pernah habis digali dan dihidangkan menjadi sesuatu yang segar. Ini dibuktikan oleh Maurice Rugebregt dalam album pertamanya yang bertajuk Sioh Maluku – Nostalgia for the Moluccas. Sebagai keturunan Ambon, pria kelahiran Belanda tahun 1969 ini mengemas ulang lagu-lagu tradisional Maluku melalui kemahirannya bermain gitar. Aransemen lagu-lagu itu ia buat dalam berbagai gaya jazz. Hasilnya, Anda tidak akan sekedar bernostalgia, tapi juga akan terkaget pada hasil kerja gitaris ini.
Maurice yang dibantu oleh vokalis Julia Lo’ko, Bob Wijnen (fender rhodes, piano), Han Slinger (double bass) Udo Demant (drums-percussions), dan Norman Pattiwael (percussions-tifa) sedikitnya mengaransemen ulang tujuh lagu rakyat asal Maluku. Sisanya dari sebelas lagu yang ada di album Sioh Maluku adalah lagu-lagu yang populer di ranah itu karya Katje Hehanusa, Boetje Sapury, Huwae. Lagu karya H.Ririnama berjudul “Nona’e” dimasukkan Maurice sebagai lagu pertama dengan durasi kurang dari satu menit. Lirik lagu itu; “Nona’e – Nona’e/ buka pintu beta masuk/ ada anjing gonggong beta / ada ombong basa beta/ kasi kain beta salimut/ kasi tempat beta baring/ baring dua sama-sama/ muka pusing badan limbung”, dikemas sangat sederhana dengan hanya diringi tabuhan tifa malah menjadi pembuka album yang menarik. Lagu kedua adalah adaptasi lagu tradisi, “Sajang kane” ke dalam bahasa Brazil yang dapat diartikan “Where are You?”. Lagu itu, “Cade Voce” dibuka dengan lantunan voice dan disusul gitaran Maurice yang mengambil irama funk. Tema lagu akan sebuah nostalgia sepertinya sengaja dipilih Maurice sesuai tema album, “Nostalgia for the Moluccas” dan menjawab panggilan lagu pertama. Kesinambungan dua lagu yang menarik. Berturut-turut di track berikutnya dapat disimak hasil olahan Maurice pada lagu-lagu rakyat Maluku; “Hela Hela Rotan’e”, “Oleh Sioh”, “Apa Apa Djaga Kelapa’e”, “Sajang di lale”, “Saule”, “Bulan Pakai Pajong” dan medley karya Katje Hehanussa, “Ase Se” dengan lagu rakyat “Kole Kole”. Lagu Katje lainnya, “Lah Pagi Hari” diaransemen dengan gaya bossas oleh Maurice. Sedangkan karya Boetje Sapury, “Gandong e”, dimainkan solo oleh Maurice dengan sedikit imbuhan string pada pertengahan-akhir lagu. Maurice berhasil mentransfer tema kerinduan kepada keluarga di lagu itu kepada pendengarnya. Setelah menyimak kesebelas track di album ini, Anda akan sependapat dengan Julia Lo’ko tentang kekhasan seorang gitaris bernama Maurice Rugebregt, “Maurice’s sweet, melodi and subtle guitar playing, coupled with the unique arrangements played passionately by the musicians results in a cd that is booth daring and remakable making each song a jewel.”
Bagaimana perjalanan Maurice Rugebregt mendalami permainan gitarnya? Sejak usia 12 tahun Maurice telah mendpat pendidikan musik. Gitar adalah pilihan pertamanya. Ia kemudian mendalami instrumen itu di Consevatory of Rotterdam. Disana ia berguru pada Klaus Fenter, Ben de Bruijn, dan gitaris Amerika Joe Pass. Tahun 1994 Maurice pindah ke New York dan menimba ilmu kepada Jim Hall, Peter Bernstein dan Peter Leitch. Setahun kemudian gitaris ini lulus dari konsevatori sebagai Performing Musician. Jalan musik yang telah dia tempuh antara lain finalis jazz Hoeilaart contest di Belgia bersama Hammod trionya, Ltd Edition, pemenang Dordtse Jazz Price bersama Boptale Trio, dan main di North Sea Jazz festival dengan Mijke Loeven band. Album Sioh Maluku ini adalah aksi perdana Maurice dalam sebuah album. Terima kasih kepada Radio Netherlands Music yang memproduksi dan Munich Record yang merilisnya di tahun 2003 kemarin. So, let’s hear nostalgia for the Moluccas with Maurice Rugebregt. (*/Roullandi N. Siregar/WartaJazz.com)
0 komentar:
Post a Comment